Kamis, 02 Juni 2011

Segumpal Sajak Religi Lahiran 2006


muallaf satu


siapa subhan?
tiba-tiba mesti dilahirkan
siapa pula tuhan?
tiba-tiba mesti dibutuhkan
aku terus bertanya, kawan
sebab tak puas satu jawaban

/bandung, 2006



muallaf dua

tuhan ada di mulutku
fasih tanpa ragu
tuhan ada di hatiku
risi namun juga kaku
kelak, di manakah rumahku
setelah dunia jadi debu?

/bandung, 2006



di kloset

tuhan, aku menemukanmu di kloset
di lantai paling bawah sebuah supermarket
betapa bersih dan wangi
meski dikotori setiap hari

/bandung, 2006



situs keyakinan
--maulana hasanuddin

menara masjid itu
masih menjulang
mengerdilkan keraguanku
untuk meraih bintang

/bandung, 2006



dari alif sampai ya

dari alif, sekat-sekat ruangku
terbuka ke laut zikir
hingga bertemu ya, semua waktuku
terjaga pantai yang tahir

/bandung, 2006



jauh dari ka’bah

ke mana kaki melangkah
ke sana berpaling wajah
dan di atas sajadah
kiranya rindu terkirim sudah

/bandung, 2006



tuhan siapa

katakan, tuhan siapa yang gemar mengangkat senjata
manakala perselisihan anjing dan kucing terus meruncing
katakan, aku telah lama bersedia menjadi sasarannya
meski setiap negosiasi berakhir gagal di lapang runding
katakan, saudaraku, biar kutukar dengan nyawaku!

/bandung, 2006



bismillāh

aku menghirup hawa semesta
lengkap serta aroma duka
tiada keluh mengembus kesah
hingga usia dipisah jatah

/bandung, 2006



rumi kecil
- a. gymnastiar

di kotamu, jauh dari turki
rumi-rumi kecil terus menari
di tengah jalan yang tak pernah sepi
dan menantang garang matahari
mencari tuhan yang tersembunyi

/bandung, 2006



menghitung zikir tanpa pikir

33 zikir segala suci
33 zikir segala puji
33 zikir segala raya
1 cinta sujud hamba

/bandung, 2006



Sajak-sajak lama. Lahiran 2006. Kiranya masih berkenan dibaca zaman.

'Che Guevara' WN Argentina Perang di Libya

Piaggesi adalah seorang guru. Tapi kini ia bergabung dengan pasukan oposisi Libya.

Sejatinya Jose Emmanuel Piaggesi adalah seorang guru, ia berasal dari Argentina. Namun, kini dia berada di tengah pertempuran di Libya, hidup dikelilingi bunyi rentetan senjata.

Dari seorang pengajar, pria 23 tahun itu kini menjual buku-buku, demi mendapatkan peluru. Untuk apa ia jauh-jauh datang ke Libya? Dengan tegas, Piaggesi menjawab, ia siap mengorbankan nyawanya dalam pertempuran untuk menyingkirkan diktator Libya yang telah berkuasa selama 42 tahun, Moammar Khadafi. Meski, perang Libya tak populer bagi golongan kiri di Amerika Latin.

Alasan lainnya, ia mengaku terinspirasi Che Guevara.

"Saya mengundang mereka untuk melihat lebih dekat situasi di sini, siapa yang bertempur dan mengapa mereka berperang," kata Piaggesi seperti dimuat CNN, 1 Juni 2011. "Ia (Che Guevara) akan mengatakan, ini demi kemerdekan, bukan untuk NATO atau siapapun, hanya demi kebebasan."

Jose Emmanuel Piaggesi mengatakan dia bangga menjadi bagian dari sebuah perjuangan udemi sebuah revolusi baru. Tetapi ia mencatat, banyak telah jatuh, tewas.

"Saya pikir ini soal keberuntungan menghindari peluru. Dan jika memang itu saatnya giliran Anda, Anda tak akan bisa menghindar."

Meski masih mengaku sebagai guru, ia tak berencana kembali mengajar dalam waktu dekat. Setelah berbicara dengan CNN, ia kembali ke posnya di medan perang Libya, memenuhi janjinya untuk terus tinggal -- sampai Khadafi terguling dari kekuasaan.

Kisah Piaggesi berperangan bersama oposisi Libya telah menarik perhatian publik Argentina.

Ayahnya, Pablo Piaggesi kepada media setempat, Perfil, bahwa ia tak terkejut putranya itu memilih jalan tak lazim itu. "Ia adalah pria yang suka membantu dan tak tertarik dengan uang. Anakku seseorang yang luar biasa, sangat berbakat. Ia bisa bicara empat bahasa. Ia bahkan bisa Bahasa Arab dengan cara belajar dari internet selama dua bulan," kata dia.

Ditambahkan dia, anaknya itu sejak lama mengagumi Che Guevara dan baru-baru ini mengunjungi museum yang didirikan untuk menghormati tokoh revolusi Argentina itu. (sj)


Sumber: VIVAnews.com, Kamis, 2Juni 2011

Terjebak di Sekolah?

Oleh Badui U Subhan


Sekolah manakah yang lebih baik: negeri atau swasta?

Pertanyaan di atas, sejatinya, tidak akan pernah cukup dijawab dengan hanya memilih salah satu dari dua pilihan yang disediakan. Sebab memilih sekolah tidak sama dengan memilih jawaban A, B, C, atau D layaknya seorang peserta didik saat menjawab soal-soal Ujian Nasional. Kiranya, ketepatan jawaban dari pertanyaan di atas hanya akan dapat ditemukan setelah kita benar-benar paham (bukan sekadar tahu) filosofi pendidikan dan pendidikan yang berkualitas.

Pentingnya pendidikan
Di kalangan umum sekolah kerap disamakan maknanya dengan pendidikan. Pemaknaan stereotip macam demikian, memang, tidak sepenuhnya salah. Barangkali, karena muara dari hasil proses keduanya adalah membayangkan tercapainya sebuah idealisme atau nilai-nilai positif pada sang peserta didik. Nilai-nilai tersebut dapat berupa kemampuan akademik maupun kemampuan diri. Namun demikian, ada sedikit perbedaan yang cukup signifikan untuk diurai lebih jelas.

Hingga era sekarang sekolah, mau tidak mau, lebih mengacu pada sebuah pemaknaan yang terbatas. Ruang, waktu, dan daya kerjanya limitatif. Keterbatasan itu memang tidak mengada-ada. Keterbatasan tersebut merupakan konsekuensi logis dari perlunya pembagian tugas kependidikan yang amat luas jangkauannya. Sekolah hanya sebuah institusi kecil yang mencoba membantu tugas kependidikan di ranah utama yakni, keluarga dan masyarakat luas. Dengan demikian sekolah bukanlah pemegang penuh tanggung jawab atas baik atau buruknya kualitas nilai peserta didik.

Berlainan dengan sekolah, makna pendidikan tidak pernah mengenal batasan ruang dan waktu. Ia adalah proses penemuan nilai-nilai (akademis maupun kemampuan diri) yang dicari sendiri atau diajarkan oleh siapa pun, kapan pun, dan di mana pun. Pendidikan bukanlah kata benda. Ia bukan institusi. Sebab itu, makna pendidikan tidak pernah memerintahkan atau menunjukkan isyarat bahwa setiap manusia wajib belajar di ruang-ruang kelas semata yang mengandaikan adanya guru untuk mencekoki peserta didiknya dengan berlembar-lembar teori. Itu pikiran usang dan naif.

Pendidikan adalah napas di setiap aktifitas kehidupan. Semua aspek dalam kehidupan mestilah dijadikan arena pergulatan pendidikan mulai dari lingkup keluarga, sekolah, dan masyarakat luas secara utuh dan bulat. Jika salah satu komponen itu abai atau rumpang maka cita-cita pendidikan tidak akan berhasil dengan baik.

Berdasarkan penjelasan di atas, ternyata pendidikan merupakan kata kunci yang mesti dibedah lebih lanjut. Salah satu implikasi pentingnya, kita mesti menemukan dan memahami cara mendidik yang baik dan berkualitas. Sebab pada dasarnya manusia bukan perlu pendidikan yang setinggi-tingginya melainkan perlu pendidikan berkualitas, yang berorientasi membentuk peserta didiknya menjadi subjek yang berperan bagi dirinya dan orang lain.

Pendidikan macam ini dituntut untuk mengembangkan keutuhan peserta didik agar mampu mengoptimalkan dan memanfaatkan semua kemampuannya baik aspek intelektual maupun emosional sesuai kebutuhan utama dan tuntutan zamannya. Oleh karena itu, sudah sepantasnya semua komponen (keluarga, sekolah, dan masyarakat luas) menyadari, bahu-membahu, dan bertanggung jawab untuk terus mewujudkan serta merawat idealisme tersebut.

Negeri atau swasta?
Daniel Goleman dalam bukunya yang bertajuk Emotional Intellegences menyatakan, IQ hanya menyumbangkan 20% dari kesuksesan seseorang. Sedangkan sisanya ditentukan oleh faktor intelektual dan emosional. Artinya, pendidikan yang berkualitas tidak pernah berangkat dari persepsi bahwa setiap peserta didik mesti kuat atau banyak menghapal.

Sejujurnya, hapalan itu penting namun ia bukanlah segala-galanya. Peserta didik perlu pula menguasai keahlian-keahlian lain yang berhubungan dengan kemampuan mendengar, bicara, menulis, dan melakukan. Peserta didik yang hanya mampu menghapal dan miskin kreatifitas tidak ubahnya dengan kerbau yang dicokok hidungnya. Kiranya kita sepakat bahwa kelak setiap peserta didik tidak ingin terjerumus pada mental plagiat!

Apalah guna belajar di sekolah negeri yang lengkap fasilitasnya namun ujung-ujungnya (sadar atau tidak) menjerumuskan peserta didik untuk berpikir kerdil, misalnya. Atau apalah guna belajar di sekolah swasta yang megah dan mahal namun akhirnya membuat peserta didik bertambah ria dan congkak. Betapa terang, kualitas super sebuah sekolah sejatinya bukan semata karena kemegahan bangunan dan kelengkapan fasilitas belajarnya, melainkan dari berbagai unsur dan aspek intrinsik dan ekstrinsik kependidikan yang dirancang jelas dan detil demi mendorong para peserta didik agar mampu mengeksplorasi seluruh kemampuannya.

Ringkasnya, dari seluruh penjelasan ini, jika ditarik benang merahnya ke pertanyaan inti di atas, kiranya dapat menyelamatkan kita dari jebakan dua pilihan yang kurang cerdas tersebut. Wacana oposisi biner antara kepentingan memilih sekolah negeri atau swasta di era kini sudah tidak layak diperdebatkan lagi. Jadi, yang paling penting untuk dipertimbangkan dalam memilih sekolah adalah sekolah manakah yang memiliki (terlebih, telah menjalankan) konsep pendidikan yang benar-benar visioner dan memanusiakan penyelenggara pendidikan tersebut serta peserta didiknya.

Depok, 2011

Selasa, 31 Mei 2011

Lomba Menulis Cerpen "Indonesia dan Pena"

Deadline lomba cerpen: 30 Juni 2011

Dengan Mengusung Seni Sastra didalam kepribadian menulis bagi para penerus bangsa, Pelajar Tanah Air didalam berkompetisi menulis bebas dalam bentuk Cerpen (Cerita Pendek) yang bertemakan “Indonesia dan Pena”.

“Kompetisi Cerpen” ini dikhususkan untuk Pelajar SD, SMP, SMA dan Mahasiswa diseluruh Tanah Air. Tema yang bertajuk “Indonesia dan Pena” dapat dikategorikan seperti:
  1. Cerita Lingkungan Hidup sehari-hari.
  2. Cerita tentang penyalahgunaan aturan-aturan di Indonesia.
  3. Cerita tentang Bencana Alam.
  4. Cerita dengan nuansa Cinta, Kepada; Orang Tua, Sahabat, Pacar, Tanah Air, dll.
  5. Cerita Horor/Misteri yang pernah dengar dari orang lain/dialami sendiri.
  6. Cerita Lucu, Seru-seruan, Gokil, Jayus, Jahil, yang pernah ada.
  7. Cerita tentang tokoh yang paling kamu kagumi/idolakan.
Persyaratan :
  1. Memiliki blog/web pribadi dan wajib memasang banner* “Indonesia dan Pena” pada blog dan didalam tulisan Cerpen yang akan diikutkan kompetisi ini.
  2. Lomba berlaku bagi pelajar SD, SMP, SMA dan mahasiswa.
  3. Naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia kreatif, unik, serapan dan bahasan sehari-hari.
  4. Panjang Cerpen tidak dibatasi.
  5. Naskah diwajibkan asli/wajib asli, bukan terjemah, saduran, atau jiplakan ide dari karya lain yang sudah ada. Jika dibutuhkan, peserta siap dihubungi panitia untuk mempertanggungjawabkan keaslian naskah isi dari Cerpen.
  6. Naskah tidak mengandung unsur SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan), pornografi, dan sadisme serta melanggar per’Undang-Undangan yang berlaku.
  7. Naskah belum pernah diterbitkan di media massa/buku (cetak maupun elektronik), dan tidak sedang diikutsertakan dalam kompetisi/perlombaan lain (sejenis).
  8. Atas karya yang menang, Panitia Lomba “Indonesia dan Pena” berhak menerbitkannya dalam bentuk buku, mengumumkan/memperbanyak, dan mewujudkannya kembali dalam format digital maupun non digital yang tetap merupakan bagian dari perbaikan untuk Negeri.
  9. Naskah Cerpen yang diikutsertakan akan menjadi hak panitia dan tidak dapat dikembalikan.
  10. Keputusan dewan juri mengikat dan tidak dapat diganggu gugat.
  11. Melakukan pendaftaran.
  12. Memetuhi segala peraturan didalam ajang kompetisi ini.
Hadiah :
  1. Juara I : Uang Tunai Rp. 4.200.00,-
  2. Juara II : Uang Tunai Rp. 3.200.000,-
  3. Juara III : Uang Tunai Rp. 2.200.000,-
  4. Dan 7 Cerpen Fovorit akan mendapatkan Uang Tunai Rp. 200.00,-
Pendaftaran :
  1. Mengisi formulir pendaftaran. Download disini
  2. Biaya pendaftaran Rp. 10.000,- untuk 1 Cerpen.
  3. Setiap peserta hanya boleh mengikuti maksimal 2 Karya Cerpen.
  4. Naskah Cerpen dikirimkan melalui surat elektronik (email). Ke : ilmu@mail.com dan CC ke : karya@writeme.com atau ilmumenulis@gmail.com. Dengan Subjek : Indonesia dan Pena – Nama Peserta.
  5. Panitia menyatakan peserta resmi mengikuti kompetisi setelah melakukan pendaftaran yang dilampirkan struk nomor seri bank pengiriman uang pendaftaran.
  6. No Rek Bank Pendaftaran :
  • Bank BNI: 015 473-1105 Atas Nama : Aufa Imiliyana.

7. Karya peserta diterima panitia paling lambat pada tanggal 30 Juni 2011.

Ketentuan Khusus :

  1. Pengumuman pemenang akan dimuat di blog www.ilmumahasiswa.co.cc, twitter, facebook page dan dihubungi ke nomor telepon pemenang pada tanggal 10 Juli 2011.
  2. Hadiah akan ditransfer via bank ke rekening peserta.
  3. Pemenang akan mendapat pemberitahuan langsung dari Panitia “Indonesia dan Pena” melalui email karya@writeme.com dan ilmu@mail.com atau ilmumenulis@gmail.com
  4. Semua peserta berhak menjadi anggota Facebook page Ilmu Mahasiswa.
  5. Penerbitan karya pemenang tanggal 17 Agustus 2011
  6. Panitia tidak melayani korespondensi dalam bentuk apa pun berkaitan dengan kompetisi Indonesia dan Pena ini.

*NB: banner lomba menulis cerpennya bisa di download di sumber.

Sumber info lomba: http://www.ilmumahasiswa.co.cc/2011/03/lomba-cerpen-indonesia-dan-pena.html

Lomba Menulis yang Menginspirasi


Tahukah Anda, bahwa Anda dapat membuat keadaan Indonesia menjadi lebih baik..? Sumbangsih Anda diperlukan di sini..

Segera kirimkan pengalaman Anda yang dapat menginspiratif Indonesia, pengalaman cerita positif Anda yang berkenaan dengan nasihat bijak orang tua tercinta.

Hanya dengan karakter positif yang kuat kita dapat menjadi lebih baik.. Dan karena kami yakin bahwa Anda juga dapat menjadi bagian dari gerakan “Character for Indonesia”.

HADIAH
Juara 1: Uang senilai Rp. 1.000.000,-
Juara 2: Uang senilai Rp. 500.000,-
Juara 3: Uang senilai Rp. 300.000,-

KETENTUAN LOMBA

  • Lomba ini terbuka untuk semua kalangan.
  • Artikel yang dilombakan adalah maksimal ditulis 3 halaman kertas A4 dan merupakan asli pengalaman hidup dari penulis.
  • Cantumkan nama, alamat email, serta no. telp. yang dapat kami hubungi di bagian atas artikel.
  • Penulis dapat mengirimkan lebih dari 1 artikel dan dikirimkan melalui email ke heru@elscharacter.com atau herupri@ymail.com
  • Lomba berlangsung dari tanggal 1 Mei 2011 jam 06.00 dan berakhir pada tanggal 31 Juli 2011, jam 24.00 WIB.
  • Semua artikel yang masuk akan menjadi hak bagi pihak ELS sebagai penyelenggara.
    Dan Panitia akan memberikan penilaian se-obyektif mungkin yang akan cenderung kepada bentuk keaslian artikel dan menariknya isi artikel tersebut.
  • Keputusan Juri tidak dapat diganggu gugat.

Sumber:http://www.elscharacter.com/

Minggu, 22 Mei 2011

Lomba Menulis Inspirasi Hari Pendidikan


Deadline: 25 Mei 2011

Dalam rangka memperingati Hari Pendidikan dan peluncuran situs Intisari-online (www.intisari-online.com), dengan ini kami mengumumkan lomba penulisan inspirasi dengan tema “Sekolah Negeri dan Sekolah Swasta, Apa Bedanya?”.
Caranya, tuliskan inspirasi tadi di blog Intisari dengan alamat http://blog.intisari-online.com.

KETENTUAN NASKAH
1. Panjang sekitar 700 kata.
2. Karya tulis belum pernah dimuat di media massa, belum pernah menang pada lomba lain, dan tidak sedang diikutkan pada lomba lain pada rentang waktu diadakannya lomba ini.
3. Tidak menyinggung SARA
4. Naskah diupload ke blog Intisari setelah mengisi form pendaftaran
5. Satu peserta hanya boleh mengikutkan satu judul karya tulis.
6. Memberikan link blog tulisan di status media sosial Intisari (FB: majalahintisari & twitter: @intisarionline
7. Naskah yang memenuhi ketentuan akan ditampilkan di halaman web intisari-online, melalui pengeditan sesuai ketentuan Redakasi Intisari-online.
8. Penilaian berdasarkan naskah yang belum diedit.
9. Batas Akhir pengumpulan Naskah pada tanggal 25 Mei 2011 pukul 24.00.

KRITERIA PENILAIAN
1. Orisinalitas; penilaian ini dilihat dari segi keaslian hasil karya yang dibuat.
2. Tata bahasa dan kerapian tulisan. penilaian ini berdasarkan atas kesesuaian hasil karya yang dibuat dengan aturan tata bahasa Indonesia
3. Kesesuaian dengan Tema
4. Menggunakan bahasa yang komunikatif.
5. Keputusan juri tidak dapat diganggu gugat.
6. Coment dari link tulisan terbanyak di media sosial (FB atau twitter) Intisari akan menjadi nilai plus

Hadiah :
1 Pemenang HP Sony Ericsson
2 Pemenang @ Rp 500.000,-

Copyright © 2011. Intisari-online.com

Sabtu, 21 Mei 2011

Cerita Pendek

Oleh Badui U Subhan


Tuan-tuan, ini sekadar cerita. Fiksi! Bukan ramalan, bukan pula berkas skenario untuk peristiwa yang telah terjadi itu. Biar saya jelaskan.

***

Saat itu, naskah ini saya buat di kamar kecil. Maksud saya, kamar yang ukurannya kecil. Cerita ini diselesaikan tanggal 7 September, persis dua hari sebelum peristiwa besar, tragis, dan berdarah itu. Dan perlu tuan-tuan catat baik-baik, rumah saya bukan di Jakarta. Rumah saya di Jatinangor. Tepatnya lagi, rumah itu bukan milik saya, melainkan sebuah rumah dengan dua kamar yang saya sewa bersama dua orang teman. Salah satu kamar, berisi dua orang.

Jam dinding berkeloneng lima kali. Saya terbangun dan langsung menyalakan lampu listrik. Di sisi lain (kasur kami dipisahkan oleh meja komputer, saya di sebelah Barat dan dia di sebelah Timur) teman sekamar saya masih tidur. Kelihatannya nyenyak sekali, damai dalam balutan selimut sarungnya. Mungkin tadi dia habis begadang, soalnya ketika sore sebelumnya dia sempat bilang bahwa nanti malam dia akan menyelesaikan tulisan. Entah tulisan apa yang dia maksud. Saya kira, paling-paling kalau tidak cerpen, ya esai.

Kemudian, setelah sedikit membereskan tempat tidur, saya lekas beranjak menuju kamar mandi untuk ambil wudhu. Saat balik lagi ke kamar, tampak teman saya sudah bangun. Dia duduk bersila di atas kasurnya dengan mata yang belum sepenuhnya melek. Ketika saya mengamparkan sajadah, dia bertanya.

”Han, kamu dengar sesuatu?”
”Sesuatu apa?”
”Bummm....”
”Apa itu?”
”Entahlah, seperti sebuah ledakan dahsyat.”
“Ledakan dahsyat? Di mana? Perasaan, semalam tidak ada apa-apa!”
“Iya, ledakan yang sangat dahsyat. Sepertinya di tempat yang sangat jauh, bukan di sekitar sini.”
”Mimpi buruk lagi ya?”
“Tidak, tidak. Malah tadi aku mimpi bertemu pacar lama.”
”Dasar! Sudah, sana, cepat ambil wudhu kalau mau berjamaah.”
“Kamu duluan saja, aku masih heran dengan suara itu.”

Dia membaringkan tubuhnya lagi di kasur busa yang agak tipis itu. Sepasang matanya menerawang ke langit-langit seperti sedang mencari-cari jawaban pasti. Saya cuma tersenyum. Ah, paling-paling tadi dia mimpi buruk lagi, pikir saya.
Beberapa detik sebelum saya melakukan takbiratul ihram, terdengar suara lirih.

”Mungkin ini firasat buruk, Han.”
”Mudah-mudahan tidak terjadi apa-apa,” kata saya.
”Ya, mudah-mudahan...”

Rampung shalat, saya segera menengok ke belakang. Lha, teman saya sudah tidak ada. Mungkin sedang ke kamar mandi, pikir saya. Lalu saya putuskan untuk berdoa dan membaca beberapa ayat Al Qur’an. Usai itu saya nyalakan komputer. Saya ingin menulis. Menulis apapun yang nanti muncul dalam pikiran jika sudah berada di depan komputer, seperti saran Pak Hernowo. Dan, memang, setelah tertegun agak lama, saya dapat inspirasi. Ya, saya menulis catatan harian. Meski tersendat-sendat, dapat juga tiga halaman. Spasi satu setengah.

Usai itu, tiba-tiba saya teringat pada sebuah cerpen saya yang belum sempat saya edit. Saya klik File, klik Open, klik My Documents, klik folder Aing, klik folder Cerpen. Lha, mana file saya yang bertajuk Cerita Pendek.doc itu? Barangkali terlewat atau kurang awas, saya periksa lagi satu persatu file dalam folder itu dengan teliti. Alhasil, nihil. Raib. Alamak, kenapa bisa hilang, padahal saya yakin betul kalau waktu itu saya simpan di folder Cerpen, bukan di folder Puisi, Artikel atau Cathar.

Karena takut benar-benar hilang, saya coba cek Recycle Bin. Siapa tahu terbuang tanpa sengaja, pikir saya. Betapa kecewa, sebab satu file buangan pun tidak ada yang nampak. Aduh, ke mana hilangnya cerpen itu, geram saya berkali-kali. Saya benar-benar tidak habis pikir. Kok, bisa hilang? Apa kena virus? Ah, tidak mungkin. Ya, mana mungkin! Kalau file itu kena virus kenapa yang lain tidak?

Dan, teman saya, ke mana pula? Kok dia tak ada balik lagi ke kamar? Tapi waktu itu saya tidak terlalu merisaukannya, karena saya pikir dia sudah bukan anak kecil lagi. Siapa tahu dia ada urusan mendadak. Jadi, mungkin dia pergi buru-buru dan tak sempat pamitan dulu dengan saya. Yang saya risaukan adalah cerpen saya. Kok, tiba-tiba hilang? Ke mana raibnya? Sejujurnya, saya tidak habis pikir dengan hilangnya file itu. Setelah dicari-cari di folder lain juga tidak ada hasilnya. Saya kecewa berat.

Bagaimana tidak kecewa? Bayangkan, untuk bisa menuliskan cerpen sembilan halaman itu, bagi saya, cukup berdarah-darah. Sehari sebelum kehilangan itu, saya harus merelakan waktu dan kesempatan berharga lainnya terlewat sia-sia. Hanya demi cerpen yang satu itu!

Saat cerpen itu baru saya tuliskan dua halaman, seorang teman mengirim SMS: gds tabularasa itu skrg sdh sampe di ccf. serius, kawan! Kenapa gadis itu ada di CCF, saya tak tahu pasti. Mungkin ada diskusi novelnya di sana. Terus terang saja, saya memang tertarik pada penulis novel itu. Alasan saya sederhana, foto yang terpampang di jilid belakang novelnya itu cantik sekali.

Tapi, setelah saya pikir-pikir isi SMS dari teman itu, kesimpulannya: kagok. Tanggung. Sebab biasanya kalau saya sudah terlanjur asik menulis, kemudian ditinggalkan, tulisan itu dijamin nantinya tidak akan selesai. Sedangkan sedari mula saya sudah berpikir dan yakin bahwa cerpen itu pasti akan dahsyat. Jadi, mungkin lain kali saja saya berkenalan dengan gadis Tabularasa itu, harap saya.

Dan, kalau tidak salah, ketika cerpen itu sudah sampai tujuh halaman, saya dapat SMS lagi dari seorang teman yang lain: knp td g dtg wwncr? Astaga, saya benar-benar lupa! Harusnya sedari pagi saya sudah berangkat ke Bandung untuk wawancara kerja di kantor sebuah koran lokal. Naas betul nasib ini, pikir saya.

***

Demikianlah. Saya merasa sangat kehilangan dengan cerpen ini. Mungkin tuan-tuan pikir saya berlebihan. Tapi, terserahlah. Yang jelas, cerpen ini bagi saya amat berharga. Rencananya, kalau sudah beres diedit akan saya ikutkan pada sayembara menulis cerpen tingkat nasional yang digagas oleh sebuah jurnal sastra. Tidak munafik, saya memang tergiur dengan hadiah yang dijanjikannya. Puluhan juta! Lumayan dapat juara harapan satu juga, bisa membiayai hidup saya selama tiga bulan di Jatinangor. Tapi dasar nasib sedang naas, bukannya bisa melanjutkan koreksi naskah itu ke tahap pengeditan yang lebih serius, yang terjadi malah raib. Ya, termasuk raibnya impian saya (yang setidaknya) jadi juara harapan satu!

Jadi, saya kira, ini hanya sebuah kebetulan. Coba pikir baik-baik, saya ini bukan siapa-siapa. Saya hanya mengolah kalimat dan benar-benar bermain dengan imajinasi saja. Saya akui, naskah ini memang hasil rekayasa saya. Karya saya. Tapi bukan dalam artian saya orang serba tahu atau luar biasa, apalagi kemudian dicap sebagai bagian dari dalang peristiwa itu. Naudzubillah! Sedikit pun, saya tidak ada hubungan apa-apa dengan peristiwa dan orang-orang yang telah membuat peristiwa mengerikan itu.

Saya berharap tuan-tuan cepat menarik tuduhan tidak berdasar itu pada saya! Ya, memang, dulu saya pernah dan boleh dibilang sering melewati jalur itu. Sebab jalan yang lebih cepat menuju rumah kakak saya, ya lewat jalan itu. Dan perlu saya jelaskan, selama tahun ini, kalau tidak salah, saya baru tiga kali berkunjung lagi ke rumah kakak saya. Terakhir kali, tanggal 2 September lalu. Lebih spesifik lagi, dan sebagai penguat keterangan saya, dalam perjalanan itu saya tidak bawa apa-apa. Malah, saya cuma pakai kaos, celana yang selutut, dan sandal gunung ini. Waktu itu saya tidak membawa tas pinggang seperti biasanya, sebab dipinjam teman yang sedang mendaki Rinjani.

Coba pikirkan, apa masuk akal kalau saya yang membawa naskah ini? Bagaimana teorinya? Lucu sekali kalau ada yang mengiyakan! Pasti sekolahnya tidak tamat SD!

Baiklah, saya tidak ingin membantah kalau tuan-tuan memaksakan diri melihat atau membuat kronologis peristiwa itu macam demikian. Ya, memang hampir atau malah mirip sekali dengan cerita yang saya buat ini. Jenis dan cat mobil yang digunakan itu memang sama. Tanggalnya tepat dan letak ledakannya juga memang persis di depan gerbang. Soal korban yang meninggal, saya memang tidak menuliskan jumlahnya secara tepat. Yang jelas tertera pada halaman enam dalam cerita ini, tuan-tuan bisa baca lagi: ...tak begitu banyak dibanding peristiwa sebelumnya, namun tetap dan sungguh mengerikan.

Kenapa naskah cerita ini ada di dekat lokasi kejadian, saya sungguh tidak mengerti sedikit pun. Seperti yang sudah saya ungkapkan tadi, saya sudah kehilangan cerpen ini sehari sebelum peristiwa itu terjadi. Juga bertepatan dengan ‘kaburnya’ teman sekamar saya. Ya, ya, empat data yang termaktub dalam cerita ini memang begitu persis. Saya tidak ingin banyak mengelak. Tapi, sekali lagi, saya sungguh tidak habis pikir.

Meski demikian, sedikit tabir agaknya mungkin bisa dikuak. Tapi, agar tidak salah paham, perlu saya tekankan satu hal, ini hanya dugaan belaka! Bukan kepastian! Seperti yang tuan-tuan juga tahu, di lokasi peristiwa itu disinyalir ada salah satu korban yang namanya persis dengan nama teman sekamar saya. Sayangnya, jasadnya sudah tidak bisa lagi dikenali. Jadi, dugaan sementara saya, kalau pun benar dia berangkat ke Jakarta, satu-satunya kemungkinan yang masuk akal, meskipun ini terkesan dipaksakan, adalah naskah cerpen ini dia ambil diam-diam dari komputer saya. Soal kepentingannya apa dan kapan mengambilnya, saya tidak bisa memastikan.

Sekali lagi, saya tidak berani bilang pasti, karena sebelum-sebelumnya dia tidak pernah bercerita kalau dia akan ke Jakarta. Dia hanya pernah bilang kalau dia ada orderan besar pada tanggal 9 September. Apa jenis orderan dan di mana lokasinya, dia tidak menjelaskan. Dan hingga hari kemarin dia belum lagi terlihat kembali pulang ke kontrakan kami. Saya sempat mencoba menelepon ke rumahnya, keluarganya bilang dia tidak ada pulang.

***

Tuan-tuan, lepas dari itu, saya sungguh tidak bisa terima perlakuan macam ini. Saya telah disekap di ruangan sempit dan pengap ini tanpa proses pengadilan. Jauh dari mana-mana, jauh dari siapa-siapa! Ini sangat menyiksa batin saya. Ditambah lagi, anak buah tuan-tuan telah berani menampar, menendang, mengencingi, dan menyetrum saya semena-mena. Saya pantas tidak terima. Saya pantas mengajukan gugatan ini! Dan saya yakin, tuan-tuan pasti belum atau bahkan tidak akan pernah memberitahukan keberadaan saya di sini kepada keluarga saya, sampai waktu yang tidak bisa atau tidak akan ditentukan, bukan?!

Memalukan! Mengapa menculik orang menjadi sebuah keahlian picisan dari korps tuan-tuan yang terhormat? Dan, anehnya, justru tuan-tuan pelihara, tuan-tuan biasakan. Satu hal lagi, tuan-tuan suka membuat cerita fiksi juga, bukan? Sayangnya, cerita fiksi tuan-tuan bukan untuk kepentingan yang baik. Tuan-tuan hanya suka membuat kambing hitam! Kalau begitu, apa bedanya tuan-tuan dengan para bandit? Tuan-tuan tanpa meminta terlebih dahulu, secara baik-baik, keterangan yang sejelas-jelasnya tentang siapa saya yang sebenarnya. Saya tidak terima diseret ke tempat terkutuk ini.

Seharusnya tuan-tuan malu pada diri sendiri dan para pelaku teror yang sebenarnya. Sebab, secara tidak langsung, tuan-tuan telah mengikrarkan diri kepada semua orang sebagai pecundang. Tidakkah itu cukup membuktikan kalau ternyata korps tuan-tuan sebenarnya bobrok?

Jangan-jangan, tuan-tuan yang merekayasa semua peristiwa konyol ini?!



Jatinangor, 2004



Catatan:
1. Takbiratul Ihram: gerakan kedua belah tangan untuk bersidekap saat memulai shalat sambil mengucapkan lafadz Allaahu Akbar.
2. Hernowo: beliau adalah penulis beberapa buku seputar quantum learning, salah satu bukunya ada yang berisi tentang kiat-kiat sukses menjadi penulis. Saya lupa judul buku tersebut.
3. CCF singkatan dari Centre of Culture Francaise. Selain sering digunakan untuk pementasan teater, tempat ini kerap pula dipakai untuk berbagai acara, terutama acara-acara yang berkaitan dengan kesusatraan.
4. Tabularasa adalah judul sebuah novel yang menjadi pemenang ketiga sayembara novel yang diadakah oleh Dewan Kesenian Jakarta tahun 2004. Penulisnya, seorang perempuan.