Rabu, 18 Februari 2009

Fenomena Neo-sosialisme

Oleh Ivan A Hadar

Fenomena kebangkitan neo-sosialisme Amerika Latin menarik perhatian dunia, termasuk di Indonesia.

Umum disepakati, ada dua kecenderungan gerakan neo-sosialisme di Amerika Latin. Di satu sisi, (pemerintahan) yang dinilai ”pragmatis”, ”rasional”, dan ”modern” yang ada di Cile, Brasil, dan Uruguay berhadapan dengan kiri yang ”dema-gogis”, ”nasionalistis”, dan ”populistis” di Venezuela, Bolivia, Paraguay, dan Argentina.

Namun, ada yang mengatakan, ada kecenderungan yang lebih banyak, lebih rumit, karena bergantung pada lahan tempatnya bersemai. FR Gallegos (2008), misalnya, mengatakan, neo-sosialisme Amerika Latin diwarnai warisan kelembagaan neo-liberalisme, pengaruh dan posisi gerakan sosial, serta sejarah perkembangan parpol progresif pada tiap negara tempatnya bertumbuh kembang. Dengan demikian, ada lebih dari dua kecenderungan— meski semuanya memiliki kemauan yang sama—yaitu melawan agenda neo-liberal lewat penguatan negara dan perbaikan kondisi sosial.

Ada kesepakatan, sejak kemenangan Hugo Chavez di Venezuela (1998), dengan sedikit pengecualian (antara lain Meksiko dan Kolombia), terjadi apa yang disebut ”pergeseran ke kiri” di hampir semua negara Amerika Latin. Namun, ada referensi luas terkait apakah ”pergeseran ke kiri” ini cenderung seragam, atau ada dua jalan yang berbeda (kiri demokratis dan kanan populistis), atau lebih banyak lagi seperti diyakini Gallegos itu.

Yang pasti, semua ini menunjukkan betapa berbedanya Amerika Latin dibandingkan dengan referensi ”hitam putih” Eropa tahun 1970-an yang sekadar membagi kecenderungan progresif (sosialistis) atau reaksioner (sosial demokratis).

Teori Sosial Demokrasi (Sosdem) Amerika Latin sepenuhnya berbeda dengan Eropa. Kiri Amerika Latin secara tradisional bersifat revolusioner, antikapitalistis, dan (tak jarang) antidemokratis. Ketika berkuasa dan berkesempatan merekayasa aturan main, yang kemudian dilakukan sering sepenuhnya mengubah sistem kapitalistis dan demokrasi borjuasi. Kata kunci seperti Godesberg, New Labor, atau Pacto de Moncloa saat Sosdem menjadi lebih moderat dan membuka diri bagi kelas menengah jarang terucap di Amerika Latin.

Berjalan tanpa ideologi
Hal ini lebih dari sekadar pertanyaan politik dan akademis yang menarik. Kini, berbagai pemerintahan kiri di Amerika Latin tampaknya secara praksis berjalan tanpa ideologi dan tanpa teori. Praktik dan wacana politik tampaknya tidak berjalan seiring. Jurnal Nueva Sociedad Edisi Khusus 2008, mengajukan judul ”Seberapa Kiri, Kirinya Amerika Latin?”, memuat tulisan-tulisan yang mendiskusikan wacana dan langkah politik atau latar belakang sejarah dan (gerakan) sosial yang menyebabkan ”pergeseran ke kiri” di Latin Amerika. Ada hal-hal yang diperlukan guna memahami perubahan paradigma dan mencari jawaban atas pertanyaan: bisakah kelompok kiri Latin Amerika memenuhi janjinya; dan langgengkah hal itu?

Sepanjang 1980-an, Amerika Latin mengalami ”Dekade yang Hilang” dengan pertumbuhan ekonomi terendah, kemiskinan melejit, distribusi pendapatan terburuk di dunia. Setelah terjadi pertumbuhan ekonomi yang lumayan pada paruh pertama 1990-an di bawah ”arahan dan kendali” Bank Dunia dan IMF, kembali terjadi ”5 tahun yang hilang” pada paruh kedua 1990-an. Penyebabnya, penyesuaian struktural neo-liberal (Konsensus Washington) tidak mampu menepati janji perbaikan. Sebaliknya, Argentina sebagai negara ”pajangan” reformasi neo-liberal saat itu pada 2001 terjerembab krisis serius.

Akibatnya, pemilih memberi kartu merah kepada pemerintahan dan parpol tradisional dan memilih kandidat yang menyandang posisi kiri. Hugo Chavez, Evo Morales, dan Rafael Correa, misalnya, mewakili kecenderungan itu. Sementara di negara-negara dengan tradisi demokrasi, termasuk memiliki parpol kiri yang kuat (seperti di Brasil, Cile, Argentina), terjadi perubahan paradigma sistem politiknya.

Namun, yang tak kalah penting adalah seberapa besar ”ruang gerak” sebuah pemerintahan. Inilah salah satu alasan sikap pragmatis sebagian pemerintahan neo-sosialisme Amerika Latin. Penjelasan lain, de facto kelompok kiri Amerika Latin mengalami ”Sosial Demokratisasi” untuk memenangkan suara kelas menengah. Dengan demikian, ”pergeseran ke kiri” di Amerika Latin pada saat sama juga bisa berarti ”pergeseran ke kanan”, kelompok kirinya menjadi Sosdem.

Tiga kecenderungan
Meski demikian, secara rinci, ada beragam wacana dan praktik politik pemerintahan di Amerika Latin. Setidaknya ada tiga kecenderungan. Pertama, (kian) aktifnya negara dalam pereko-nomian. Kedua, negara memprioritaskan kebijakan sosial sebagai kebijakan pendistribusian kue pembangunan. Ketiga, terjadi diversifikasi hubungan politik dan ekonomi luar negeri. Sementara itu, tak satu pun yang mempertanyakan stabilitas moneter dan keuangan, aturan pasar bebas, dan integrasi pasar dunia. Semua elemen Konsensus Washington, akibat hiperinflasi sepanjang 1990-an, diserap menjadi bagian penting kebijakan pemerintah.

Selama 10 tahun ”pergeseran ke kiri” di Amerika Latin, telah timbul perbaikan sosial-ekonomi yang signifikan. Tingkat kemiskinan menurun dari 48 persen menjadi 36 persen total penduduk. Di Brasil, 11 juta keluarga mendapat tunjangan langsung berkat program Bolsa Famillia. Sebelumnya hanya 3,6 juta keluarga yang mendapat manfaat itu pada tahun 2003. Di banyak negara Amerika Latin terjadi perbaikan distribusi penghasilan rakyat.

Namun, semua ini bisa terjadi bersamaan dengan export booms sejak 2003 selama 10 tahun. Hal itu mempertebal kas negara, meski pada saat yang sama porsi pengeluaran sosial dibandingkan dengan total pengeluaran nyaris tidak atau hanya sedikit meningkat. Begitu pula dengan pajak yang hanya 20 persen dan terbilang rendah dalam total anggaran. Sementara itu, di beberapa negara, Brasil misalnya, struktur pajaknya masih amat regresif. Begitu pula banyak yang masih menyubsidi konsumsi kelas menengah sehingga melemahkan kemampuan investasi dalam sebuah negara yang infrastruktur ekonominya terbilang lemah. Terkait hal-hal itu, untuk pertama kali Sosial Demokrasi di Amerika Latin memiliki kesempatan. Bagaimana kelompok ”kiri tengah” memanfaatkan peluang itu.

IVAN A. HADAR Analis Ekonomi-Politik; Wakil Pemred Jurnal SosDem
Sumber: Kompas, Kamis, 12 Februari 2009 00:59 WIB

Tidak ada komentar: