Apa jadinya dunia pendidikan Indonesia jika tidak banyak orang yang bersedia menjadi guru swasta atau guru honorer (non-PNS)? Inilah pertanyaan penting yang harus didiskusikan. Pertanyaan itu bisa dilanjutkan: misalnya, apa jadinya dunia pendidikan kita jika tidak ada sekolah swasta (termasuk pesantren)? Mengapa banyak orang sudi mendirikan sekolah atau jadi guru swasta?
Pertanyaan pertama dan kedua bisa dijawab dengan satu kata: runyam. Pasalnya, dunia pendidikan kita akan sangat sulit mengangkat sebagian besar anak bangsa dari kebodohan jika tidak didukung banyak guru swasta dan sekolah swasta.
Layak diungkapkan, dengan anggaran pendidikan yang minim, negara kita bisa dikatakan mustahil mampu memberikan pendidikan yang memadai bagi anak-anak bangsa. Untungnya, banyak orang bersedia menjadi guru swasta maupun mendirikan sekolah swasta untuk membantu negara dalam mendidik anak- anak bangsa.
Oleh karena itu, negara layak memberikan apresiasi kepada guru swasta dan pengelola sekolah swasta. Hal ini harus diimplementasikan dengan dua langkah. Pertama, memberikan status PNS kepada mereka. Kedua, memberikan subsidi kolektif agar tercipta keadilan dalam dunia pendidikan yang notabene sebagai dapur untuk menggodok generasi baru yang akan menentukan masa depan bangsa dan negara.
Yang dimaksudkan dengan kebijakan subsidi kolektif adalah bantuan pemerintah melalui sejumlah departemen untuk meringankan guru-guru swasta dan sekolah-sekolah swasta berkaitan dengan beban dan tugasnya mendidik anak-anak bangsa. Misalnya, buku pelajaran dan buku bacaan berbagai cabang ilmu (ekonomi, perdagangan, pariwisata dan budaya, sosial, dan lain sebagainya) diterbitkan oleh departemen masing-masing kemudian dibagikan secara gratis kepada guru-guru swasta dan kepada sekolah-sekolah swasta untuk membangun perpustakaan di sekolah masing-masing.
Perlu diingat, salah satu kebutuhan setiap guru adalah buku- buku untuk mengajar di depan kelas. Jika tidak mendapat bantuan dari mana pun, maka guru- guru swasta akan terpaksa membelinya sendiri. Padahal, gaji mereka umumnya sangat kecil, bahkan ada gaji guru swasta yang lebih layak disebut uang transpor saja.
Jika semua departemen memberikan subsidi dalam bentuk buku bagi guru-guru swasta dan bagi sekolah-sekolah swasta, mutu sekolah swasta kita tentu akan lebih baik lagi dan mampu bersaing dengan sekolah negeri. Bahkan, bukan tidak mungkin akan muncul banyak sekolah swasta yang lebih bermutu dibandingkan dengan sekolah negeri.
Apresiasi kepada guru-guru swasta juga layak diimplementasikan dalam bentuk bantuan uang atau materi oleh kalangan pengusaha besar dan menengah di seluruh Tanah Air. Misalnya, masing-masing pengusaha secara rutin memberikan santunan kepada guru-guru swasta di daerah masing-masing. Dengan mendapatkan santunan rutin dari kaum pengusaha, guru-guru swasta akan lebih bersemangat dalam mendidik murid-muridnya, berapa pun nilai santunan yang didapatkannya. Sebab, santunan dalam bentuk uang atau materi tak bisa dinilai sebatas angka- angka karena berkaitan dengan niat baik dan sikap apresiatif terhadap dunia pendidikan.
Kalangan perbankan juga selayaknya memberikan apresiasi kepada guru-guru swasta dalam bentuk pemberian kredit lunak untuk kepemilikan rumah maupun kendaraan. Bahkan, sangat mungkin bank-bank besar mampu memberikan kredit dengan bunga nol persen kepada kalangan guru swasta sebagai bukti kepedulian dunia perbankan terhadap dunia pendidikan kita.
Ibadah
Mengapa orang mau mendirikan sekolah atau menjadi guru swasta? Untuk menjawab pertanyaan di atas, bisa cukup dengan dua kata saja: sebagai ibadah. Dalam hal ini, banyak orang sudi menjadi guru swasta karena pekerjaan mengajar dianggap sebagai ibadah.
Memang, bagi guru-guru swasta pekerjaan mengajar bukan semata-mata bertujuan untuk mendapatkan gaji, melainkan juga untuk mendapatkan pahala. Ini jelas terkait dengan keimanan masing-masing karena semua agama sama-sama mengajarkan umatnya agar bisa menjadi guru bagi dirinya sendiri, bagi anak-anaknya sendiri, dan umumnya bagi generasi berikutnya. Meskipun mereka menyadari risikonya, yakni tidak bisa kaya raya.
Semangat beribadah guru-guru swasta yang diimplementasikan dengan menekuni profesi sebagai pengajar akan berlipat ganda jika banyak pihak bersedia berterima kasih kepada mereka dengan memandang sekolah swasta bukan sebagai lembaga pendidikan sekunder.
Memandang sekolah swasta sama dengan sekolah negeri karena guru-guru swasta sudah mendapatkan bantuan dari banyak pihak akan menghapus kesenjangan antara sekolah swasta dan sekolah negeri. Sudah terbukti semakin banyak sekolah swasta yang mutunya lebih baik dibandingkan dengan sekolah negeri.
Asmadji A.S. Muchtar, Direktur Religions to Peace Institute, Kudus, Jawa Tengah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar