Kamis, 12 Juni 2008

Derita Dunia Pendidikan

Oleh Aan Zainal Hafid

Persoalan yang menimpa dunia pendidikan kita seolah tanpa henti, tak putus dirundung malang. Setelah anggaran pendidikan dipotong sebesar 10 persen, anggaran pembangunan perpustakaan sebesar Rp 30 miliar juga dipotong. Padahal, sampai akhir tahun 2007, jumlah perpustakaan sangat minim, hanya 27,6 persen sekolah dasar di Tanah Air yang memiliki perpustakaan!

Sempurna sudah penderitaan di dunia pendidikan. Jangankan perpustakaan, gedung sekolahnya saja banyak yang ambruk.

Inilah salah satu kenyataan mengenaskan yang ditemui. Bahkan, untuk sekolah-sekolah dengan gedung yang terbilang megah sekalipun, ihwal perpustakaan kerap luput dari perhatian. Padahal, perpustakaan sekolah merupakan salah satu variabel yang juga turut menentukan terhadap capaian kualitas pendidikan. Bukankah perpustakaan merupakan salah satu pusat informasi yang akan memperluas pengetahuan para siswa, bahkan juga para guru?

Kondisi perpustakaan
Kurang memadai bahkan ketiadaan perpustakaan sekolah juga tergambar dari hasil penelitian Pusat Pembinaan Perpustakaan Depdiknas (Syihabuddin Qalyubi dkk: 2003), antara lain, bahwa: 1) banyak sekolah yang belum menyelenggarakan perpustakaan, 2) keberadaan dan kegiatan perpustakaan sangat tergantung pada sikap kepala sekolah, 3) kebanyakan perpustakaan tidak memiliki pengelola tetap (pustakawan), 4) pekerjaan di perpustakaan dianggap kurang terhormat, 5) koleksi perpustakaan sekolah umumnya tidak bermutu, dan 6) dana yang dialokasikan untuk pengadaan perpustakaan sekolah itu sangat terbatas.

Demikian sebuah potret buram yang dihasilkan dari cara pandang penyelenggaraan pendidikan yang belum dapat menyentuh berbagai unsur secara komprehensif.

Kerisauan kita adalah di tengah harapan akan lahirnya generasi muda berkualitas dan visioner, keadaan seperti itu tentu saja kurang menguntungkan. Karena itu, pemerintah dan pihak-pihak terkait sudah saatnya berpikir dan berupaya keras membangun kepedulian dan semangat yang kuat ke arah pembentukan perpustakaan yang lengkap, nyaman, mampu menjawab perkembangan, dan terintegrasi dengan proses belajar-mengajar. Jangan biarkan sekolah kehilangan ”pelita”-nya.

Namun, dengan terpotongnya dana pembangunan perpustakaan dan bahan belajar, yang memang belum memadai itu, rasanya harapan serupa itu semakin mengawang.

Tapi, ini tentu bukanlah sebuah lonceng kematian. Pihak sekolah jangan patah arang. Asal punya komitmen, pasti ada cara yang bisa dilakukan agar terdapat sarana dan prasarana perpustakaan, koleksi buku yang lengkap, biaya operasional, dan adanya pustakawan yang memang berkompeten di bidangnya. Selanjutnya, pembinaan dan pengembangan perlu terus dilakukan sehingga perpustakaan sekolah dapat terus bergerak maju dan senantiasa dapat menyediakan buku-buku bermutu untuk dapat dimanfaatkan para siswa secara maksimal.

Minat dan budaya baca
Siapa pun tahu betapa pentingnya membaca untuk menambah pengetahuan, memunculkan ide-ide baru, memperluas wawasan serta pengertian-pengertian yang memungkinkan seseorang semakin cerdas dan berkarakter.

Bagi para siswa, kegiatan membaca merupakan tuntutan mutlak seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan serta kurikulum. Masalahnya, untuk meningkatkan minat baca itu diperlukan sarana dan prasarana yang memadai, utamanya melalui pengadaan dan pengelolaan perpustakaan sekolah.

Bukankah dari perpustakaan kita akan dapat memetik banyak nilai? Dimensi nilai yang terkandung dalam perpustakaan adalah nilai pendidikan, nilai informasi, nilai ekonomis, nilai sejarah dan dokumentasi, nilai sosial, nilai budaya, serta nilai demokrasi dan rekreasi (Sutarno NS, 2005).

Dikatakan demikian karena perpustakaan menyimpan koleksi ilmu pengetahuan, merupakan pusat informasi, mengandung nilai ekonomis dengan menyediakan beragam buku yang bisa dibaca tanpa biaya, serta tersedianya data, fakta, dan dokumen yang berharga.

Di samping itu, perpustakaan juga mengandung nilai sosial karena memang tidak bersifat komersial.

Bagi para siswa, beberapa manfaat perpustakaan sekolah (Ibrahim Bafadal, 2001), antara lain, adalah dapat menimbulkan kecintaan terhadap membaca, memperkaya pengalaman belajar, serta menanamkan kebiasaan belajar mandiri.

Dalam konteks ini maka keberadaan perpustakaan sekolah yang dikelola dengan profesional diharapkan akan dapat menginternalisasikan berbagai dimensi nilai sehingga aspek edukatif dan rekreatif yang merupakan orientasi dari perpustakaan dengan sendirinya dapat terwujud.

Budaya baca
Dari kebiasaan membaca yang terbentuk melalui perpustakaan, selanjutnya dalam jangka waktu tertentu diharapkan dapat menciptakan budaya baca di kalangan para siswa. Bila ini terjadi, siswa akan semakin memahami pelajaran dan kaya akan beragam pengetahuan.

Tersedianya perpustakaan yang memadai juga akan mendorong siswa untuk memanfaatkan lebih banyak waktunya untuk membaca. Selain itu, adanya bacaan-bacaan yang bermanfaat juga dapat membentuk pola pikir dan pola tindak yang lebih matang dan terukur.

Sudah saatnya kita mempersiapkan generasi muda yang lebih baik. Oleh karena itu, tidak ada alasan sebenarnya untuk memotong apalagi menghapus anggaran perpustakaan. Jangan tambah lagi kisah-kisah mengenaskan dunia pendidikan.

Aan Zainal Hafid Pendidik, Pekerja Sosial Tinggal di Bandung

Tidak ada komentar: