Jumat, 23 Mei 2008

Kekuatan Kata

Mark Twain mengungkapkannya dengan sangat indah ketika mengatakan, “Udara sangat dingin, sehingga jika termometer ini lebih panjang satu inci saja, kita pasti akan mati membeku.”

Kita memang akan mati beku dalam kata-kata. Yang menjadi persoalan bukanlah suhu dingin yang ada di luar, melainkan termometer. Yang menjadi persoalan bukanlah realitas, melainkan kata-kata yang anda ucapkan pada diri anda mengenai realitas itu.

Saya pernah mendengar cerita yang menarik mengenai seorang petani di Finlandia. Ketika garis batas antara Finlandia dan Rusia sedang ditentukan, petani itu harus memutuskan apakah dia ingin berada di Finlandia atau di Rusia. Setelah memikirkan cukup lama, dia memutuskan untuk berada di Finlandia, tetapi dia tidak ingin melukai perasaan pejabat Rusia.

Pejabat Rusia itu datang kepadanya dan bertanya mengapa dia ingin berada di Finlandia. Petani itu menjawab, ”Sudah merupakan kerinduanku sejak dulu untuk tinggal di tanah tumpah darahku Rusia, tetapi pada usiaku yang sudah lanjut seperti ini, aku tidak dapat bertahan menghadapi musim dingin di Rusia.”

Rusia dan Finlandia hanyalah kata-kata, konsep, tetapi tidak demikian halnya bagi manusia, tidak bagi manusia yang gila, yang menganggap kata-kata dan konsep itu sama dengan realitas. Kita hampir tidak pernah melihat realitas.

Suatu saat seorang guru berusaha untuk menjelaskan kepada sekelompok orang bagaimana orang-orang bereaksi terhadap kata-kata, menelan kata-kata, hidup dalam kata-kata, ketimbang dalam realitas.

Salah seorang dari kelompok itu berdiri dan mengajukan protes. Dia berkata, “Saya tidak setuju dengan pendapat anda bahwa kata-kata mempunyai efek yang begitu besar terhadap diri kita.” Guru itu menukas, ”Duduklah, anak haram.”

Muka orang itu menjadi pucat karena marah, lalu berkata, ”Anda menyebut diri anda sebagai orang yang sudah mengalami pencerahan, seorang guru, seorang yang bijaksana, tetapi seharusnya anda malu dengan diri anda sendiri.”

Kemudian guru itu berkata, “Maafkan saya, saya terbawa perasaan. Saya benar-benar mohon maaf, itu benar-benar di luar kesadaran saya, saya mohon maaf.” Orang itu akhirnya menjadi tenang.

Kemudian guru berkata lagi, ”Hanya diperlukan beberapa kata untuk membangkitkan kemarahan dalam diri anda; dan hanya diperlukan beberapa katauntuk menenangkan diri anda. Benar, bukan?”

Sumber: Disadur dari dari buku Awareness karya Anthony de Mello.

2 komentar:

Unknown mengatakan...

Jadi walikota Depok trus sering-sering mainke warung soto depan ITC... Mantap kayaknya...

http://www.michaelrisdianto.blogspot.com/

Anonim mengatakan...

ada kata-kata ada realitas... ada kejujuran dan kebohongan ada kenyataan

huaahh tunduh mang akong hehe (aswin)